Kamis, 15 Maret 2012

Setiap Amalan Tergantung Niatnya

Setiap Amalan Tergantung Niatnya


Niat menurut istilah syar'i adalah bermaksud kepada sesuatu yang disertai perbuatan. Jika
bermaksud kepada sesuatu tetapi tidak disertai perbuatan maka ini dinamakan azzam. Imam Nawawi menjelaskan bahwa sabda Rasulullah shalallahu wa 'alaihi wa sallam Setiap
amalan tergantung niatnya dibawa pada sihhatul a’mal (sahnya amalan) atau tashhihul a’mal (pembenaran amal) atau qabulul a’mal (diterimanya amalan) atau kamalul a’mal (sempurnanya amalan).

Amalan disini adalah amalan yang dibenarkan syariat, sehingga tidaklah diterima amalan yang dilarang syariat dengan dalih niatnya benar, misalkan seorang kepala rumah tangga yang berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya akan tetapi dengan cara mencuri, kemudian dia berdalih “Niat saya kan baik, untuk menafkahi istri dan anak-anak”.

Dari Amirul Mu’minin Abu Hafs ‘Umar ibnu Al-Khathab radhiyalallahu ta’ala ’anhu berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapat balasan amal sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang berhijrah hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia niatkan’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utaimin menjelaskan: Dari sabda Nabi  Muhammad SAW "Setiap amalan tergantung niatnya dapat diambil kesimpulan bahwa setiap amalan terjadi karena adanya niat pelakunya". Dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang yang selalu was-was, kemudian melakukan amalan beberapa kali, lalu syaitan membisikan kepadanya sesungguhnya kamu belum berniat. Kita katakan kepada mereka: Tidak, tidak mungkin kalian beramal tanpa niat. Oleh karena itu permudahlah bagi kalian dan tinggalkanlah wa was-was seperti ini. 

Hadits ini merupakan hadits yang sangat agung, Imam Ahmad berkata: Pokok ajaran Islam terdapat pada 3 hadits :
  1. Hadits Umar, "Setiap amalan tergantung pada niatnya".
  2. Hadits Aisyah, "Barangsiapa yang membuat suatu amalan dalam islam yang tidak ada asalnya maka amalan tersebut tertolak".
  3. Hadits Nu'man bin Basyir, "Perkara halal jelas dan perkara haram jelas, diantara keduanya ada perkara yang masih samar-samar".
Hal ini karena Islam terdiri dari melaksanakan perintah, menjauhi larangan serta berhenti dari hal yang masih samar darinya yakni perkara mutasyabihat sebagaimanana hadits Nu’man bin Basyir, kemudian dalam melaksanakan hal-hal tersebut dinilai dari 2 sisi, lahir dan bathin, penilaian dari sisi bathin dengan hadits Umar dan penilaian sisi lahir dengan hadits ‘Aisyah, sehingga lengkaplah pokok ajaran Islam dalam 3 hadits tersebut.

Para ulama membahas niat dengan 2 makna :
  1. Niat yang berarti tujuan amalan tersebut apakah hanya untuk Allah atau disertai tujuan lainnya misalnya riya dan sum’ah.
  2. Niat yang merupakan pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lain atau membedakan antara adat kebiasaan dengan ibadah.
Niat amalan yang disertai riya maka akan menghapus pahala. Adapun riya ada 2 jenis :
  1. Mengerjakan amalan karena riya 
  2. Mengerjakan amalan karena Allah dan riya
Sebagaimana halnya riya, sum’ah juga dapat menghapus pahala amalan. Sum’ah adalah mengerjakan amalan untuk Allah dalam kesendirian (tidak dilihat manusia), kemudian dia menceritakan amalannya itu kepada manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa berbuat sum’ah (menceritakan amalannya kepada orang lain), maka Allah akan menceritakan aibnya dan barangsiapa berbuat riya’ (memperlihatkan amalannya kepada orang lain), maka Allah SWT akan memperlihatkan aibnya” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya)

Para ulama berkata, “Jika seorang alim yang menjadi teladan, dan ia menyebutkan amalannya itu dalam rangka mendorong orang-orang yang mendengarnya agar mengerjakan amalan tersebut, maka ini tidaklah mengapa” (Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyah, Imam Nawawi).

Bagaimana jika seseorang pada awalnya ikhlas karena Allah akan tetapi kemudian muncul riya ketika amalan sedang dilakukan? Apakah amalannya diterima? As-Samarqandi rahimahullah berkata : Amalan yang diniatkan untuk Allah ta'ala diterima, sedangkan amalan yang dia niatkan untuk manusia, maka tertolak. Sebagai contoh orang yang mengerjakan shalat Dzuhur dengan tujuan mengerjakan kewajiban yang diberikan oleh Allah ta'ala kepadanya. Dalam shalatnya, dia memanjangkan rukun-rukun dan bacaannya serta membaguskan gerakannya karena ingin dipuji orang yang melihatnya. Maka orang seperti ini, amalan shalatnya diterima, tetapi panjang dan bagusnya shalat yang dilakukan karena manusia tidaklah diterima. (Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyah, Imam Nawawi).

Niat dapat merupakan pembeda ibadah yang satu dengan ibadah lainnya atau ibadah dengan adat kebiasaan. Misalnya seseorang shalat 2 rakaat, shalatnya dapat berupa shalat Tahiyatul Masjid ataupun Shalat Rawatib, yang membedakan adalah niatnya. Niat juga dapat membedakan antara pekerjaan sehari-hari berupa adat kebiasaan dengan ibadah. Sabda Rasulullah SAW, "Dan setiap orang mendapat balasan sesuai dengan niatnya" merupakan penjelasan bahwa seseorang tidak akan mendapatkan apa-apa dari perbuatannya kecuali apa yang ia niatkan. Sebagai contoh, jika sesorang jima' dengan istrinya, menutup pintu, mematikan lampu ketika hendak tidur dan amalan-amalan lain yang disebutkan dalam nash-nash yang jika itu diniatkan untuk melaksanakan perintah Allah maka ia mendapatkan pahala, adapun jika diniatkan untuk selain itu maka ia tidak
mendapatkan pahala.  

Setelah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan kaidah bahwa setiap amalan tergantung niatnya, Beliau memberikan contoh berupa hijrah, Barangsiapa yang berhijrah hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia niatkan. Asal kata hijrah adalah meninggalkan negeri syirik dan pindah ke negeri Islam. Hijrah dari negeri kafir wajib jika seseorang tidak mampu menampakkan agamanya dengan melakukan syiar-syiar Islam, seperti adzan, shalat jamaah, shalat 'Ied dan syiar-syiar Islam lainnya.  

Hikmah pelajaran yang dapat diambil dari sebuah "Niat" adalah :
  1. Setiap amalan dilakukan pasti dengan adanya niat sebagaimana hadits Setiap amalan
    tergantung niatnya. Niat tempatnya di hati dan melafadzkannya adalah bid'ah.
  2. Pentingnya mengikhlaskan setiap amalan hanya kepada Allah SWT.
  3. Peringatan bahaya riya dan sum'ah, seseorang tidak hanya amalannya tidak terima ketika dibarengi dengan riya akan tetapi juga mendapat adzab sebagaimana hadits dari Abu Hurairah tentang 3 kelompok manusia yang beramal dengan amalan utama akan tetapi tidak ikhlas.
  4. Pentingnya menuntut ilmu karena dengan ilmu dapat diketahui pahala amalan-amalan yang sering dilakukan sebagai adat sehari-hari, amalan tersebut tidak akan mendapat pahala jika kita tidak mengetahui ilmunya dan meniatkan untuk melaksanakan perintah Allah.
  5. Niat menjadi pembeda antara ibadah dan kebiasaan. Ibadah mendapat pahala, sedangkan kebiasaan tidak mendapatkan pahala.
  6. Pengajar hendaknya memberikan contoh-contoh ketika menjelaskan sebuah hukum sebagaimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memberikan contoh hijrah ketika menjelaskan masalah niat. 
  7. Hijrah merupakan amalan salih jika niatnya benar.

Selamat meluruskan niat hidup dan amalan kita
Niatkan semua amalan kita hanya untuk mencari Ridho Allah SWT.


Sumber Pustaka :
  1. Jami' Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab
  2. Syarh Al-Arba'in An-Nawawiyah, Imam Nawawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar