Senin, 26 Maret 2012

Menjemput Pertolongan Allah SWT

Menjemput Pertolongan Allah SWT



Setiap manusia pasti akan mengalami kegembiraan dan kesusahan (masalah). Ketika kita dihadapkan kepada suatu masalah, kita pasti akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan masalah kita. Yang menjadi pertanyaan di benak kita adalah bagaimana kita menyelesaikan permasalahan kita yang rumit dan tidak kunjung selesai. Dalam menjawab pertanyaan ini kita pasti mengharapkan pertolongan dari Allah SWT yang Maha Besar pemilik alam semesta ini. Sekarang pertanyaannya "Bagaimana cara agar turun pertolongan dari Allah SWT ?
  1. "Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat". (Al Baqarah : 214)
  2. "Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat". (Al Baqarah : 153).
  3. "Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". (Muhammad : 7)
  4. "Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa". (Al Hajj : 40). Dari ayat ini telah jelas bahwa syarat mendapatkan pertolongan Allah adalah dengan cara menolong Agama Allah. Maka menolong agama Allah adalah dengan mentaati Allah, mengagungkan-Nya dan ikhlas kepada-Nya, serta mengharapkan apa-apa yang ada di sisi-Nya, mengamalkan syariat-Nya karena menginginkan pahala darinya dan untuk menegakkan agama-Nya". Kesimpulannya adalah, setiap orang harus meningkatkan ketakwaannya agar datang pertolongan Allah buat mereka.
  5. "Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang–orang yang beriman". (Ar Ruum : 47).
  6. "Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar". (Ath Thalaq:2).
  7. "Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya jalan kemudahan dalam urusannya". (Ath Thalaq:4).  Dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah SWT akan mempermudah urusan kita, dan memberikan pertolongan-Nya buat kita. Dengan ilmu agama ini, seseorang bisa mengetahui mana jalan–jalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mana jalan–jalan yang malah menjauhkan dirinya dari Allah. Dengan ilmu agama seseorang bisa membedakan jalan yang benar dan mana jalan yang salah. Salah satu jalan yang menjauhkan kita dari Allah adalah bid’ah.
  8. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu dari Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya’. (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36).    


Referensi :
  1. Al Qur'an 
  2. Imam Nawawi, Hadits Arbain
  3. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Asbaabu Nashrillaahi lil Mu’miniin ‘alaa A’daa ihim, Daar al Imam Ahmad, Cet. I, 2003 M, terj. Tim Pustaka Ibnu Katsir, Wahai Kaum Muslimin Raihlah Pertolongan Allah, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cet. I, Juli 2005 M.
  4. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Man Al Faiz?, Darul Wathan, Riyadh, Cet. I, Terj. Abdul Khalik, Siapakah Orang yang Beruntung?, Pustaka Laka, Bogor, Cet. I, 2005 M.

Rabu, 21 Maret 2012

Pegang Teguh Al Qur'an & Sunnah Rosul

Pegang Teguh Al Qur'an & Sunnah Rosul 



Berpegang dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, mengikuti atsar salaf dan menjauhi bid`ah merupakan kewajiban kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Dengan kita berpegang kepada Al Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW maka kita akan selamat baik di dunia maupun di akherat. Berikut beberapa dalil tentang pentingnya kita berpegang teguh kepada Al Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW :
  1. Allah SWT berfirman : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Dan berpeganglah kamu semua dengan tali Allah dan jangan berpecah belah. Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu ketika kamu saling bermusuhan maka Dia satukan hati kamu lalu kamu menjadi saudara dengan nikmat-Nya, dan ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Dia selamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk. (Ali'Imran 102 - 103).
  2. Allah SWT berfirman : Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia, dan jangan kamu ikuti jalan-jalan (lainnya) sebab jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu mudah - mudahan kamu bertaqwa. (Al-An'am 153).  Ibnul Qayyim mengatakan : jalan yang lurus artinya meng-Esa-kan Allah SWT dalam  hal ibadah dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai satu-satunya ikutan (ittiba'), sedangkan pengertian "Dan jangan kamu ikuti jalan-jalan (lainnya)" Jjalan lain (subul) artinya berbagai bid'ah dan syubhat sebagaimana ucapan Mujahid dan lainnya dalam tafsir.
  3. Rasulullah SAW bersabda : Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang terbimbing, gigitlah dengan gerahammu, dan berhati-hatilah kamu terhadap perkara yang baru karena sesungguhnya setiap bid'ah itu adalah sesat. (HSR. Ahmad 4/126; At-Tirmidzy 2676; Al-Hakim 1/96, Al-Baghawy 1/205 no. 102).
  4. Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah meridlai tiga perkara untuk kamu diantaranya Beliau bersabda : dan hendaknya kamu semua berpegang dengan tali Allah SWT. (HSR. Dikeluarkan oleh Al-Baghawy 1/202 no. 101). Tali Allah dalam hal ini memiliki pengertian adalah Al-Quran (yang difahami dengan pemahaman yang benar).  
  5. Hudzaifah bin Al-Yaman radliyallahu'anhu berkata : Hai para Qari (pembaca Al-Quran) bertaqwalah kepada Allah, dan telusurilah jalan orang-orang sebelum kamu, sebab demi Allah, seandainya kamu melampaui mereka [para Sahabat], sungguh kamu melampaui sangat jauh, dan jika kamu menyimpang ke kanan dan ke kiri maka sungguh kamu telah tersesat sejauh-jauhnya. (Al-Lalikai 1/90 no.119; Ibnu Wudldlah dan Al-Bida' wan Nahyu 'anha 17; As-Sunnah Ibnu Nashr 30). 
  6. Ibnu Mas'ud radliyallahu'anhu berkata : Ikutilah dan jangan berbuat bid'ah ! Sebab sungguh itu telah cukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid'ah adalah sesat. (Ibnu Nashr 28 dan Ibnu Wudldlah 17). 
  7. Imam Az-Zuhry berkata : Ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan : Berpegang dengan As-Sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmu itu tercabut dengan segera, maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan dengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama). (Al-Lalikai 1/94 no. 136 dan Ad-Darimy 1/58 no. 16). 
  8. Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu berkata : Berpeganglah kamu dengan ilmu (As-Sunnah) sebelum diangkat, dan berhati-hatilah kamu dari mengada-adakan yang baru (bid'ah), dan melampaui batas dalam berbicara dan membahas suatu perkara, hendaknya kalian tetap berpegang dengan contoh yang telah lalu. (Ad-Darimy 1/66 no. 143; Al-Ibanah Ibnu Baththah 1/324 no. 169; Al-Lalikai 1/87 no.108 dan Ibnu Wadldlah 32). 
  9. Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu mengatakan : Sederhana dalam As-Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid'ah. (Ibnu Nashr 30; Al-Lalikai 1/88 no. 114 dan Al-Ibanah 1/320 no. 161).
  10. Sa'id bin Jubair (murid dari sahabat Ibnu 'Abbas) berkata mengenai ayat : Dan beramal shalih kemudian mengikuti petunjuk (Thaha 82), yaitu senantiasa berada diatas As-Sunnah dan mengikuti Al-Jama'ah. (Al-Ibanah 1/323 no.165; Al-Lalikai 1/71 no.72) 
  11. Imam Al-Auza'i berkata : Kami sennatiasa mengikuti sunnah kemanapun ia beredar. (Al-Lalikai 1/64 no. 72).
  12. Imam Ahmad bin Hambal berkata : Berhati-hatilah kamu jangan sampai menulis masalah agama dari ahli ahwa' sedikit ataupun banyak. Dan berpeganglah dengan ahli atsar dan sunnah. (As-Siyar 11/231).
  13. Ibnu Baththah berkata : Sungguh demi Allah, alangkah mengagumkan kecerdasan kaum itu, betapa jernihnya pikiran mereka dan alangkah tingginya semangat mereka dalam mengikuti sunnah nabi mereka, dan kecintaan mereka telah mencapai puncaknya hingga meraka sanggup untuk mengikutinya dengan cara seperti itu. Oleh sebab itu ikutilah tuntunan orang-orang berakal seperti mereka ini wahai saudara-saudaraku, dan telusurilah jejak-jejak mereka niscaya kalian akan berhasil, menang dan jaya. (Al-Ibanah 1/245).
  14. Ibnu 'Abbas radliyallahu 'anhuma berkata : Tetaplah kamu beristiqamah dan berpegang dengan atsar serta jauhilah bid'ah. (Al-I'tisham 1/112).  
  15. Al-Auza'i berkata : Berpeganglah dengan atsar salafus shalih meskipun seluruh manusia menolakmu, dan jauhilah pendapatnya orang-orang (selain para ahlus sunnah) meskipun mereka (ahli bid'ah) menghiasi perkataannya terhadapmu. (As-Syari'ah 63).
  16. Umar bin 'Abdul 'Aziz dalam risalahnya untuk salah seorang aparatnya mengatakan : Dari 'Umar bin 'Abdul 'Aziz Amirul Mu'minim kepada 'Ady bin Artha-ah : Segala puji hanya bagi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia. Amma ba'du, Saya wasiatkan kepadamu, bertaqwalah kepada Allah, dan ikutilah sunnah Nabi-Nya  dan tinggalkan apa yang diada-adakan ahli bid'ah  terhadap sunnah yang telah berlalu dan tidak mendukungnya, tetaplah kamu berpegang dengan sunnah, karena sesungguhnya ia telah diajarkan oleh orang yang tahu bahwa perkara yang menyelisihinya adalah kesalahan atau kekeliruan, kebodohan dan keterlaluan (ghuluw). Maka ridlailah untuk dirimu apa yang diridlai oleh kaum itu (sahabat) untuk diri mereka, karena mereka sesungguhnya berhenti dengan ilmu, dan menahan diri dengan bashirah yang tajam, dan mereka dalam menyingkap hakikat segala perkara lebih kuat (mampu) apabila di dalamnya ada balasan yang baik. Jika kamu mengucapkan bahwa ada suatu perkara yang terjadi sesudah mereka, maka ketahuilah, tidak ada yang mengada-adakan sesuatu setelah mereka melainkan orang-orang yang mengikutisunnah yang bukan sunnah mereka (sahabat), dan menganggap dirinya tidak membutuhkan mereka. Padahal para sahabat itu adalah pendahulu bagi mereka. Mereka telah berbicara mengenai agama ini dengan apa yang mencukupi, dan mereka telah jelaskan segala sesuatunya dengan penjelasan yang menyembuhkan, maka siapa yang lebih rendah dari itu berarti kurang, dan sebaliknya, siapa yang melampaui mereka berarti memberatkan. Maka sebagian manusia ada yang telah mengurangi hingga mereka kaku, sedangkan para sahabat itu berada diantara keduanya yaitu di atas jalan petunjuk yang lurus. (As-Syariah 212).  



MARI KITA PELAJARI, KITA HAYATI DAN KITA AMALKAN 
AL QUR'AN DAN SUNNAH RASUL

Jumat, 16 Maret 2012

MURNIKAH AGAMAMU ???

MURNIKAH  AGAMAMU  ???



Melalui sejarah kita bisa melihat, tidak ada suatu kaum yang lebih mulia dari pada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Hal itu karena mereka benar-benar memahami dan mengamalkan ajaran Nabi mereka yang masih murni tanpa tercampuri perkara-perkara baru. Mereka sangat jauh dari perkara baru yang diada-adakan di dalam agama. Mereka paham bahwa perkara-perkara baru itu bukan dari islam dan hanya akan membawa kehinaan dan kerugian kepada pelakunya.

BID’AH SEBAB KEHINAAN DAN KERUGIAN
  • Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perkara (tuntunan-pen) kami padanya maka ia tertolak.” (Riwayat Muslim no. 1718).
  • “Jauhilah perkara-perkara yang baru (dalam agama –pen), karena setiap perkara yang baru adalah bidah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Dishahihkan oleh  Al-Albani, lihat Ash-Shahihah no. 2735) 
  • Allah SWT berfirman : “Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 103-105).
KENYATAAN YANG ADA

Namun sayang, apa yang telah diwanti-wanti oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah terjadi pula dikalangan kaum muslimin. Alangkah banyaknya kaum muslimin yang menganggap suatu perkara termasuk dalam agama padahal agama islam berlepas diri darinya. Dalam segala hal !!!

Beberapa contoh kenyataan yang ada :
  • dalam aqidah (keyakinan), mereka memiliki anggapan bahwa Allah berada di
    mana-mana atau Allah berada di hatiku. Padahal Allah menetapkan bahwa Dia di atas seluruh makhluk-Nya.
  • Sebagian orang menyangka, termasuk penghormatan kepada para Nabi dan orang-orang shalih kita berdoa kepada Allah dengan perantara Jaah (kedudukan) mereka di sisi Allah.
    Padahal kalimat laa ilaaha illallah menuntut kita untuk berdoa hanya kepada Allah semata secara langsung, tanpa menjadikan orang yang telah wafat atau kedudukan mereka sebagai perantara.  
  • Sebagian orang menyangka bahwa kubur para Nabi, wali dan orang-orang shalih memiliki keutamaan, sehingga mereka berduyun-duyun untuk beribadah di sana. Sedangkan syariat islam yang sempurna melarang kita menjadikan kubur sebagai tempat peribadahan. 
  • Sebagian orang menyangka, hanya dengan meyakini Allah itu ada, Dia satu-satunya pencipta dan pemberi rizki, seseorang berarti telah mengamalkan laa ilaaha illallah. Padahal Rasulullah SAW memerangi kaumnya yang memiliki keyakinan demikian sampai mereka memurnikan ibadah hanya kepada Allah azza wa jalla. 
  • Sebagian orang menyangka, cukup dengan ikhlas dalam ibadah maka ibadah akan diterima oleh Allah SWT. Padahal islam tidak akan tegak kecuali dengan dua kaliamt syahadat, laa ilaaha illallah yang menuntut keikhlasan dan Muhammad Rasulullah yang menuntut agar amal ibadah sesuai dengan yang Beliau ajarkan. 
  • Sebagian orang menyangka, termasuk bukti kecintaan kepada Nabi SAW adalah dengan merayakan kelahiran beliau. Padahal Allah SWT menjadikan bukti kecintaan seseorang kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah dengan mengikuti Nabi Muhammad SAW, sedangkan Beliau ataupun sahabat Beliau tidak pernah merayakan kelahiran. 
KEWAJIBAN KITA

Bila demikian keadaannya, maka sungguh kita harus benar-benar membersihkan aqidah, ibadah, muamalah dan seluruh sisi kehidupan kita dari seluruh noda-noda yang mengotori agama kita. Sehingga kita benar-benar akan kembali kepada islam yang murni, sesuai dengan yang dianut oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Hal itu kita mulai dari diri kita, kita pelajari bagaimana cara beragama umat terbaik dan termulia, Rasulullah SAW dan sahabatnya. Kita teladani mereka dan kita tinggalkan segala hal yang bertentangan dengannya. Kemudian, kita dakwahkan agama yang telah murni dan bersih itu kepada masyarakat, kita didik anak cucu kita dengan berlandaskan kepadanya, kita dorong umat ini kepada kebaikan-kebaikan dan kita peringatkan mereka dari keburukan-keburukan yang ada, sebagaimana dahulu para rasul diutus sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan.

Akhirnya, hanya kepada Allah kita memohon agar mengembalikan kemuliaan kaum muslimin sebagaimana dahulu mereka telah mulia. 


PENTINGNYA ILMU DALAM BERAMAL

PENTINGNYA ILMU DALAM  BERAMAL



Berapa umur kita sekarang? Barapa usia kita ketika mulai terkena beban syariat? Mungkin sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun kita mengenal islam dan melaksanakan ajarannya. Tapi pernahkah kita berpikir, apakah ibadah kita ini sudah benar sesuai dengan contoh Nabi Muhammad SAW. Apakah cara kita berislam sudah sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya? Sudahkah kita berislam dengan tata cara dan urutan yang benar?

Apa yang kita tahu tentang Islam? Terkadang, di antara kaum muslimin, ketika ditanya apa itu Islam mereka kebingungan menjawab. Ya… Islam ya… kayak itu lah. Islam itu agama yang paling benar, agama yang paling diridhai Allah, dibawa oleh Rasulullah SAW, dan jawaban-jawaban lainnya. Ada juga yang menyebutkan mengenai rukun Islam ketika ditanya apa itu Islam. Ya, mereka tidak sepenuhnya salah, tapi yang dimaksud si penanya dengan Islam adalah berserah diri kepada Allah SWT dengan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan segala ketaatan/kepatuhan, serta melepaskan diri dari segala bentuk syirik dan para pelaku syirik. Ketika diberi tahu mengenai hal ini malah yang ditanya kebingungan, kok dia tidak pernah dengar mengenai hal ini. 

Ada juga, ketika salah seorang muslim sujud di dalam shalatnya dengan menghamparkan tanggannya ke lantai (tangan sampai siku menempel di lantai), ia ditegur temannya dan memberi tahu bahwa hal itu tidak boleh; dia malah kebingungan. Bahkan tidak percaya, karena selama shalat puluhan tahun baru sekarang ini ada yang menegur dan mangatakan perbuatan itu dilarang. 

Banyak contoh yang dapat dikemukakan, tapi kita mencukupkan itu saja. Sebagian kaum muslimin di dalam beribadah terkadang tidak membekali dirinya dengan ilmu mengenai ibadah tersebut terlebih dahulu. Selain merasa tidak penting, mereka juga bernaggapan bahwa belajar hanya akan membuang waktu dan tenaga. Ngapain belajar segala, kalau mau sholat, lihat saja orang yang sedang sholat, kemudian kita contoh. Beres, selesai, simple kan? Tidak usah belajar. Makan waktu, tenaga, dan biaya. 

Hal ini sangat memprihatinkan. Terkadang, kita tahu ilmu tentang sesuatu sampai sedetil-detilnya, tapi untuk permasalahan agama yang hubungannya dengan akhirat kita tidak tahu sama sekali, walaupun hal itu kita lakukan setiap hari!! Kita ambil contoh, ada seorang bisa mempelajari masalah mesin sampai sedetil-detilnya, tapi dia tidak tahu bagaimana cara wudhu yang benar. Padahal setiap sholat harus berwudhu, lalu bagaimana dengan sholat-nya? 

Ilmu sebelum beramal sangat penting. Kita harus mengilmui apa yang akan kita amalkan. Karena kalau tidak, salah-salah kita akan terjerumus kepada bid’ah ataupun kesyirikan. Bid’ah lebih disenangi syetan ketimbang maksiat, karena orang yang berbuat maksiat merasa dirinya berbuat maksiat dan ada harapan untuk bertobat, sedanglan pelaku bid’ah merasa bahwa dirinya sedang beribadah kepada Allah, jadi harapan untuk bertaubat dari bid’ahnya sangat kecil sebab ia tidak merasa berbuat salah. Adapaun syirik merupakan dosa besar yang paling besar yang pelakunya tidak akan diampuni kalau mati dengan membawa dosa syirik tersebut (pelakunya mati sebelum bertobat). Dan dia akan kekal di dalam neraka. Na’udzubillah.

Saking pentingnya mengenai ilmu ini, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk menuntut ilmu:  “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari). 

Imam Ahmad pernah mengungkapkan : “Manusia amat membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dalam sehari satu atau dua kali, sedang ilmu dibutuhkan setiap saat.” 

Imam Bukhari  dalam kitab shahihnya menulis : “Bab Ilmu sebelum ucapan dan
perbuatan.” Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya) : “Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan mohonlah ampun atas dosamu.” (Muhammad : 19)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin menjelaskan bahwa : “Imam Bukhari berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai ilmu sebelum ucapan dan perbuatan. Ini dalil yang tepat menunjukkan bahwa manusia hendaknya mengetahui terlebih dahulu, baru kemudian mengamalkannya. Ada juga dalil aqli yang menunjukkan hal serupa, yaitu bahwasanya amal dan ucapan tidak akan benar dan diterima sehingga sesuai dengan syariat. Seseorang tidak akan tahu apakah amalnya sesuai dengan syariat atau tidak kecuali dengan ilmu. Tetapi ada beberapa hal yang manusia bisa mengetahuinya secara fithrah, seperti
pengetahuan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya sesembahan, sebab yang demikian ini sudah menjadi fithrah manusia, karena itulah tidak perlu bersusah payah untuk mempelajari bahwa Allah itu Esa. Adapun masalah-masalah juz’iyah yang beragam perlu untuk dipelajari dan memerlukan usaha keras.”

Secara akal sehat, pernyataan Imam Bukhari tersebut memang benar dan logis. Kita ambil contoh, misalnya dalam ilmu dunia, bagaimana ia dapat menulis kalau belum pernah belajar menulis. Demikian juga untuk permasalahan akhirat, bagaimana mungkin seorang bisa menegakkan sholat dengan benar padahal ia belum belajar bagaimana tata cara sholat yang benar. Bagaimana bisa berwudhu dengan benar sedang dia tidak pernah mau belajar berwudhu yang benar. Bukankah orang yang mau belajar pasti lebih tahu dan lebih benar tata caranya daripada orang yang tidak pernah belajar ? 

Keutamaan Ilmu : 
Keutamaan menuntut ilmu sangat banyak sekali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah  dalam “Buah Ilmu” menyampaikan kepada kita samapi 129 sisi keutamaan ilmu.  Di antara keutamaan menuntut ilmu adalah :
  • "Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah : 11).
  • “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allahmudahkan jalan menuju jannah. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim). 
  • “Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ? (Az-Zumar : 9). 
  • “Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan).
  • “Barangsiapa menempuh jalam untuk mencari ilmu, maka Allah SWT mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim).
  • Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia adalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari). 

Yang dimaksud dengan ilmu diatas adalah ilmu nafi’, yaitu ilmu yang bermanfaat, yang akan mewariskan kebaikan dan barakah kepada penuntutnya baik di dunia ataupun di akhirat. Karenanya ilmu yang patut dituntut dan diusahakan untuk meraih adalah ilmu syar’i yang dengannya amal akan menjadi baik dan benar. Ilmu adalah firman Allah SWT, sabda Rasulullah SAW, dan ijma para sahabat Nabi. Apakah kita harus mempelajari semua ilmu yang ada? Tentunya tidak. Semua orang dilahirkan dengan kemudahan yang berbeda-beda. Kalau semuanya akan dituntut, sampai akhir hayatpun tidak semuanya dapat dipelajari,karena ilmu adalah samudera yang maha luas.  

Apa yang mesti kita pelajari terlebih dahulu ?
  1. Pertama, Kitabullah 
    Ilmu yang pertama serta utama yang sekaligus sebagai dasar, sumber dan pedoman yang agung bagi ilmu-ilmu yang lainadalah Al-Qur’an. Marilah Al-Qur’an kita baca, kta pelajari isinya dan kita amalkan apa yang terkandung di dalamnya.  
  2. Kedua, Sunnah Rasulullah SAW 
    Yaitu setiap apa yang datang dari Nabi Muhammad SAW apakah itu ucapan, perbuatan, atau persetujuan Beliau. Kita pelajari dan kita laksanakan perintah-perintahnya dan kita tinggalkan larangan-larangannya. Kita juga berkewajiban untuk mencontoh Nabi, karena beliau adalah suri teladan yang baik bagi kita.
    Terkadang ayat-ayat al-Qur’an belum dapat dipahami secara langsung, dan hanya bisa dipahamai dan diamalakan dengan petunjuk dari sunnah nabi Muhammad SAW. Misalnya perintah sholat, di Al-Qur’an tidak ada penjelasan bagaimana tata cara sholat, dengan mempelajari sunnahnya kita dapat mengetahui tata cara sholat yang diperintahkan.
  3. Ketiga, Aqidah atau Ilmu tauhid 
    Ilmu ini memiliki kedudukan yang tinggi. Kebutuhan kita yang paling mendesak saat ini adalah mempelajari aqidah islamiyah. Jadikanlah mempelajari aqidah sebagai prioritas utama. Karena sekarang ini syirik merajalela, di mana-mana, hampir tidak pernah sunyi dari kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya. Pelajarilah dengan sebenar-benarnya, agar diri kita tidak terkena noda syirik. Bukankah syarat pertama diterimanya amal adalah bertauhid kepada Allah SWT dan tidak melakukan kesyirikan ?.
  4. Keempat, Ilmu Tafsir 
    Dengan ilmu tafsir, kita dapat memahami ayat-ayat yang sulit, yang belum dapat kita pahami langsung dari Al-Qur’an. Dalam kitab tafsir dijelaskan tafsir ayat dengan ayat, tafsir ayat dengan hadits. Namun perlu diperhatikan, pelajarilah kitab tafsir yang penulisnya memiliki aqidah yang shahihah dan komitmen terhadap hadits-jadits yang shahih.
  5. Kelima, Ilmu Fiqh 
    Ilmu ini berhubungan erat dengan pelaksanaan ibadah, syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Sungguh-sungguhlah menuntut ilmu ini, karena apabila tidak dipelajari secara benar, maka ibadah yang kita lakukan bisa sia-sia. Dengan ilmu ini kita bisa mengetahui tata cara peribadatan. Tentunya tidak harus semunya kita tahu, bagi kita, minimal mengetahui apa-apa yang selalu kita kerjakan sehari-hari, seperti thaharah, shalat, puasa, dan yang lainnya.  
Pelajarilah ilmu-lmu tersebut sesuai dengan kemampuan kita. Prioritaskanlah yang harus diprioritaskan. Dahulukanlah mana yang harus didahulukan. Pelajarilah hal-hal yang merupakan wajib a’in bagi kita.

Menuntut ilmu dapat dengan berbagai metode, asal saja hal tersebut tidak dilarang oleh syariat. Di antara metode yang dapat digunakan adalah :
  1. Hadir dalam majelis-majelis taklim 
    Tentunya kita harus memperhatikan apa yang dikaji dan siapa pematerinya (yang memberi kajian) karena mungkin yang diajarkannya hal yang tidak berguna bagi kita, bahkan dapat merusak diri dan dien (agama) kita. Apakah yang diajarkannya memang diperlukan oleh kita dan bersumber dari al-Qur’an dan hadits yang shahih. Siapa pengajarnya? Apakah orang tersebut sudah terkenal konsisten dengan agama yang benar bersumber dari Al-Qur’an dan sunah yang shahih berdasar pemahaman salafush shalih. Jangan sampai kita belajar kepada ahli bid’ah. Karena bukan ilmu yang akan kita dapat, namun kebinasaan yang akan kita peroleh. 
  2. Membaca kitab-kitab/buku yang bermanfaat 
    Apabila kita bisa berbahasa arab, maka kita baca kitab-kitab para ulama. Namun apabila tidak, kita dapat membaca buku terjemahan yang bagus. Namun jangan semua buku dibaca, kita juga harus selektif. Siapa penulisnya dan bagaimana keadaan penerjemahnya, apakah ia amanah dalam menerjemahkan atau tidak. Jangan semua buku kita baca, hanya buku yang shahih saja yang kita konsumsi.
  3. Mendengarkan kaset-kaset ceramah 
    Alhamdulillah, telah beredar di kalangan kita kaset-kaset yang berisi pelajaran-pelajaran yang bermanfaat. Kita dapat mengambil ilmu dengan mendengarkan kaset kaset tersebut. Tentu saja kita harus selektif juga dalam memilih kaset yang akan kita dengarkan. 
  4. Meminta fatwa 
    Kita dapat meminta fatwa kepada ulama atau ustadz yang terpercaya mengenai permasalahan yang kita hadapi. Bisa lewat telpon, email, atau datang langsung.
  5. Dan metode-metode lain yang tidak bertentangan dengan syariat.
Prinsip-prinsip dalam pengambilan ilmu :
  1. Sumber ilmu adalah kitab Allah (Al Qur’an), sunnah Rasulullah SAW yang shahih dan ijma’ para salaf yang shaleh.
  2. Setiap sunnah shahih yang berasal dari Rasulullah SAW wajib diterima, sekalipun tidak mutawatir atau ahad (hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat atau lebih, tetapi periwayatannya bukan dalam jumlah yang terhitung). 
  3. Yang menjadi rujukan dalam memahami Kitab dan Sunnah adalah nash-nash (teks Al Qur’an atau hadits) yang menjelaskannya, pemahaman para salaf yang shaleh dan para imam yang mengikuti jejak mereka serta dilihat arti yang benar dari bahasa Arab. Namun jika hal tersebut sudah benar maka tidak dipertentangkan lagi dengan hal-hal yang hanya berupa kemungkinan sifatnya menurut bahasa. 
  4. Prinsip-prinsip utama dalam agama (ushuluddin) semua telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW. Siapapun tidak berhak mengadakan hal yang baru, yang tidak ada sebelumnya, apalagi sampai mengatakan hal tersebut termasuk bagian dari agama.
  5. Berserah diri dan patuh hanya kepada Allah SWT dan RasulNya lahir dan batin. Tidak menolak sesuatu dari Kitab atau Sunnah yang shahih, baik dengan analogi, perasaan, kasyf (illuminasi, atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib), ucapan seorang syeikh ataupun imam-imam, dan alin-lainnya. 
  6. Dalil akli yang benar akan sesuai dengan dalil nakli (nash) yang shahih. Sesuatu yang qath’i (pasti) dari kedua dalil itu tidak akan bertentangan. Apabila sepertinya ada pertentangan di antara kedua dalil itu, maka dalil nakli harus didahulukan.
  7. Wajib untuk senantiasa menggunakan bahasa agama dalam aqidah dan menjauhi bahasa bid’ah (yang bertentangan dengan sunnah). Bahasa umum yang mengandung pengertian yang salah dan yang benar perlu dipertanyakan lebih lanjut mengenai pengertian yang dimaksud. Apabila yang dimaksud adalah pengertian yang benar maka perlu disebutkan dengan menggunakan bahasa agama (syar’i). Tetapi bila yang dimaksud adalah pengertian yang salah maka harus ditolak. 
  8. Rasulullah SAW adalah ma’shum (dipelihara Allah dari kesalahan), dan umat Islam secara keseluruhan dijauhkan Allah dari kesepakatan atas kesesatan. Namun secara individu, tidak ada seorangpun dari kita yang ma’shum. Jika ada perbedaan pendapat diantara para imam atau yang selain mereka maka perkara tersebut dikembalikan kepada Kitab dan Sunnah, dengan memaafkan orang yang keliru dan berprasangka baik bahwa dia adalah orang yang berijtihad. 
  9. Serta tanda baik dari Allah SWT, asal dengan syarat tidak bertentangan dengan syariat dan tidak menjadi sumber aqidah maupun hukum.
  10. Berdebat untuk menimbulkan keraguan dalam agama adalah perbuatan tercela. Tetapi berdebat dengan cara yang baik untuk mencari kebenaran disyariatkan. Perkara yang dilarang oleh nash untuk mendalaminya wajib diterima dan wajib menahan diri untuk mendalami sesuatu yang tidak dapat diketahui oleh seorang muslim. Seorang muslim harus menyerahkan pengetahuan tersebut kepada Yang Maha Mengetahui, yakni Allah SWT.
  11. Kaum muslimin wajib senantiasa mengikuti manhaj (metode) Al Qur’an dan Sunnah dalam menyampaikan sanggahan, dalam aqidah dan dalam menjelaskan suatu masalah. Karena itu bid’ah tidak boleh dibalas dengan bid’ah lagi, kekurangan dilawan dengan berlebih-lebihan, atau sebaliknya.
  12. Setiap perkara baru yang tidak ada sebelumnya dalam agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan dalam neraka. 


Marilah kita mulai sekarang untuk memperbaharui cara kita beragama, memperbaharui amalan-amalan kita dengan mengilmui dahulu baru kemudian mengamalkan. Tidak asal dalam beribadah, karena nantinya hanya capek dan lelah yang akan kita dapatkan. Beribadah adalah ada caranya, ada tuntunannya, dan itu hanya bisa kita ketahui dengan berilmu dahulu. 


Referensi : 

Buah Ilmu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Penerjemah: Fadhli Bhri, Lc. Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta. 

Pesan Untuk Muslimah Bagi Penuntu Ilmu Syar’I, Ummu Hasan. Penerjemah: Razif Abdullah. Penerbit: Pustaka Amanah, Solo. 

Penjelasan Kitab Tiga Landasan Utama, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Penerjemah: Zainal Abidin Syansuddin, Lc, Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit: Darul Haq, Jakarta.

Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Dr. Nashir ibn ‘Abdul Karim Al ‘Aql, Penerjemah: Muhammad Yusuf Harun MA. Penerbit: Gema Insani Press, Jakarta .


Bantahan Terhadap Golongan Sesat

Bantahan Terhadap Golongan Sesat



Islam adalah agama yang sempurna, semua syari’at Allah SWT telah disampaikan oleh Rasulullah SAW secara keseluruhan tanpa terkecuali. Kajilah lebih jauh niscaya akan kita dapati bahwa beliau benar-benar orang yang amanah, tidak ada satupun yang dari aspek-aspek kehidupan yang terlupakan, semuanya telah jelas dan gamblang serta bisa dirujuk pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah bahkan hingga saat ini! Kalau memang demikian, maka seharusnya umat ini berada di atas jalan yang sama dan pemahaman yang sama dalam memahami kedua sumber otentik tersebut. Ironisnya hingga detik ini masih aja ada jama’ah-jama’ah yang menyimpang dari kebenaran Islam yang sesungguhnya. Sekalipun mereka mengklaim berpijak di atas Al Quran dan Sunnah, toh kenyataannya persatuan dan tujuan yang diidam-idamkan sulit untuk mewujudkannya. Mengapa ..? Karena mereka memahami Kitab dan Sunnah dengan penafsiran sendiri, tentu saja hal tidak ada titik temunya. Lalu bagaimanakah jalan keluarnya ?

Rasulullah telah memberi solusi yang jitu yaitu komitmen kepada jama’ah dengan memegang teguh Al Quran dan Sunnah sesuai dengan metode salafus sholeh. Inilah yang sering dilalaikan oleh kebanyakan jama’ah yaitu pemahaman salafus sholeh baik dalam berakidah, beramal, bertahkim, tarbiyah dan mensucikan jiwa, karena merekalah generasi terbaik umat ini.

Maka setiap jama’ah yang tidak mengikuti manhaj ahlus sunnah wal jama’ah adalah menyimpang dan sesat. Kalau dinasehati pastilah mereka menyiapkan argumen-argumen dan subhat-subhat untuk membenarkan pemikiran mereka padahal kebenaran telah datang kepada mereka. Kalau kita berada di atas jalan kebenaran dan memahami dalil-dalilnya, tidaklah sulit untuk membantah mereka karena kita memiliki senjata yang ampuh yaitu Al-Quran dan Sunnah.

Dalam membantah bid'ah agar kita tetap selamat, kita harus mengikuti kaidah-kaidah tersebut antara lain :
  1. Apabila mengutip, kutiplah riwayat yang shahih dan apabila menuduh sertakan dalil. 
    Tuduhan yang dilontarkan tanpa dalil adalah tuduhan kosong. Dalil yang dimaksud bisa berupa dalil naqli ataupun dalil ‘aqli. Dalil naqli dituntut keshahihannya, sedangkan dalil ‘aqli dituntut kejelasan dan kegamblangannya. Allah SWT berfirman:   “Katakanlah :”Datangkanlah penjelasan-penjelasan kamu apabila kamu orang yang benar.”(Al Baqarah: 111). 
  2. Tidak seyogyanya memotong dalil dan berdalil dengan sebagiannya saja. 
    Inilah kondisi ahli bid’ah yang sesungguhnya, mereka selalu mencari kalimat-kalimat syar’i yang dapat digunakan sebagai pembenaran atas bid’ah-bid’ah yang mereka lakukan. Sehingga dengan itu semua mereka dapat menyebarkan bid’ah itu kepada kaum muslimin yang lemah imannya.
  3. Kebenaran harus diterima dari manapun datangnya. 
    Suatu kebenaran dapat diterima manakala keberadaannya sesuai dengan dalil, dalam hal ini pembicara tidak berpengaruh untuk menerima kebenaran ataupun menolak kebatilan. Oleh karena itu Ahlus Sunnah menerima kebenaran dan menolak kebatilan tanpa melihat loyalitas dan permusuhan. Ibnul Qayyim berkata,”Barang siapa yang mendapat hidayah dari Allah untuk menerima kebenaran bagaimanapun jenisnya dan dengan siapa kebenaran itu, walaupun ia bersama orang yang dibenci dan dimusuhinya, walaupun juga kebatilan itu bersama orang yang dia cintai, maka dia termasuk orang yang mendapat hidayah untuk mengetahui kebenaran yang diperselisihkan. Allah berfirman : “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sautu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”(Al Maidah : 8).
  4. Hukum perkataan selain syar’i 
    Setiap perkataan manusia dalam ketentuan-ketentuan syari’at harus dipertimbangkan dengan Al Quran dan As Sunnah, bukan ditentukan dengan banyak atau sedikitnya pengikut. Karena manusialah yang diukur dengan kebenaran, apabila perkatannya sesuai dengan keduanya, maka kebenaran yang disampaikan harus dapat diterima begitupula sebaliknya. Kalau perkataannya mengandung dua kemungkinan (benar atau salah), maka: Jika maksud pembicara diketahui maksudnya maka ia dihukumi dengan maksudnya itu. Tapi jika tidak diketahui maksudnya maka lihat riwayat hidupnya. Perkatannya ditafsiri dengan makna yang baik bila riwayat hidupnya baik. 
  5. Tidak berbantah-bantahan dengan orang sofis(orang yang suka menggunakan argumen muluk-muluk untuk menyesatkan, bukan untuk menyatakan kebenaran) dan mendiamkan apa-apa yang didiamkan oleh Allah dan RasulNya
    Apabila kebenaran telah jelas dan gamblang, maka harus diterima tanpa diperdebatkan secara ilmiah maupun alamiah karena siapa saja yang memperdebatkan ataupun mempermasalahkan kebenaran maka ia telah menipu akal dan syari’at. Allah berfirman : “Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah datang nyata…”(Al Anfal : 6).
  6. Kebatilan tidak dibantah dengan kebatilan tetapi kebatilan ditolak dengan kebenaran 
    Salaf dan para Imam mencela pendapat dan pemikiran yang batil, mereka mencela orang yang menolak bid’ah dengan bid’ah dan orang yang menolak perbuatan jahat dengan kejahatan yang lainnya walaupun untuk menegakkan Sunnah. Akan tetapi kebatilan itu hanya ditolak dengan kebenaran maka bid’ah harus ditolak dengan Sunnah shahihah. Oleh karena itu dalam berdebat harus berlandaskan pada           Al Quran dan Sunnah agar selamat dari bid’ah dan kesesatan.
  7. Menggunakan dalil yang disepakati dalam masalah-masalah yang diperselisihkan 
    Tujuan dari perdebatan adalah untuk mengembalikan lawan kepada suatu yang benar melalui jalan yang diketahuinya, karenanya perdebatan yang dilakukan harus berlandaskan Kitab dan Sunnah karena kebenarannya yang tidak diragukan lagi.   
  8. Istilah-istilah baru tidak akan merubah hakekat sedikitpun 
    Adakalanya dalam menyampaikan dan menyebarluaskan kebid’ahannya ahli bid’ah
    menggunakan istilah-istilah yang dikemas semenarik mungkin untuk mencari pengikut baru dengan harapan akidah mereka yang sesat itu bisa diterima oleh orang awam. Mereka juga menggunakan istilah-istilah yang buruk dan gelar-gelar yang keji terhadap lawan mereka dari kalangan Ahlus Sunnah agar umat ini menjauhi mereka dan sebagai pelecehan terhadap ilmu-ilmu mereka.
  9. Tidak menyimpangkan jawaban untuk mengelak dari kekalahan  Menyimpangkan jawaban adalah menjawab pertanyaan dengan jawaban yang bukan
    pertanyaannya. Salah satu contohnya adalah jawaban yang dilontarkan oleh Bisyir Al Marisi atas pertanyaan Abdul Aziz Al Maki ketika dia bertanya kepadanya,” Apakah Allah mempunyai ilmu?” Bisyir menjawab,”Allah tidak bodoh.”Karena ia tahu kalau ia menjawab “ya” maka batallah hujjahnya yang mengatakan bahwa     Al Quran itu Adalah makhluk. Tetapi kalau menjawab”tidak” jelas ia telah mendustakan nash-nash Al Quran. Maka ia menyimpangkan jawabannya agar dua jawaban itu tidak menyudutkannya. Dan Al Makmun menyaksikan kekalahannya. 

Referensi: Penyimpangan Akidah Dari Manhaj Ahlus Sunnah, Usman Ali Hasan 

Kamis, 15 Maret 2012

Ada Apa Dengan Pernikahan ?

KENAPA  HARUS  MENIKAH  ?



Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada umatnya untuk menikah. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan  :

Melengkapi Agamanya

Barang siapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. (HR. Thabrani dan Hakim).

Menjaga kehormatan diri  

“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya. (HSR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasaiy, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

Hidup berkeluarga merupakan ladang meraih pahala 

Pernah ada beberapa shahabat Nabi SAW berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat;
mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa; bahkan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah memberikan kepada kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Pada tiap-tiap ucapan tasbih terdapat sedekah; (pada tiap-tiap ucapan takbir terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahlil terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahmid terdapat sedekah); memerintahkan perbuatan baik adalah sedekah; mencegah perbuatan munkar adalah sedekah; dan kalian bersetubuh dengan istri pun sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, kok bisa salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian bila nafsu syahwatnya itu dia salurkan pada tempat yang haram, apakah dia akan mendapatkan dosa dengan sebab perbuatannya itu?” (Mereka menjawab, “Ya, tentu.” Beliau bersabda,) “Demikian pula bila dia salurkan syahwatnya itu pada tempat yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (Beliau kemudian menyebutkan beberapa hal lagi yang beliau padankan masing-masingnya dengan sebuah sedekah, lalu beliau bersabda, “Semua itu bisa digantikan cukup dengan shalat dua raka’at Dhuha.”) (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 125).

Senda guraunya suami-istri bukanlah perbuatan sia-sia  

“Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 245; Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 309).

Pahala memberi contoh yang baik

“Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barang siapa yang pertama memberi contoh perilaku jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa kejahatan itu dan mendapatkan dosa orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikit pun.” (HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Orang yang pertama kali melakukan kebaikan atau kejahatan.).

Memberi nafkah istrinya dan keluarganya merupakan sedekah yang paling utama.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda: “Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya yaitu satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.” (HR Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).  

Dari Abu Abdullah (Abu Abdurrahman) Tsauban bin Bujdud., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya, dinar yang dinafkahkan untuk kendaraan di jalan Allah, dan dinar yang dinafkahkan untuk membantu teman seperjuangan di jalan Allah.” (HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

Muawiyah bin Haidah RA., pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: ‘Wahai Rasulullah, apa hak istri terhadap salah seorang di antara kami?” Beliau menjawab dengan bersabda, “Berilah makan bila kamu makan dan berilah pakaian bila kamu berpakaian. Janganlah kamu menjelekkan wajahnya, janganlah kamu memukulnya, dan janganlah kamu memisahkannya kecuali di dalam rumah. Bagaimana kamu akan berbuat begitu terhadapnya, sementara sebagian dari kamu telah bergaul dengan mereka, kecuali kalau hal itu telah dihalalkan terhadap mereka.” (Adab Az Zifaf Syaikh Albani hal 249). 

Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Sesungguhnya apa saja yang kamu nafkahkan dengan maksud kamu mencari keridhaan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala sampai apa saja yang kamu sediakan untuk istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang cukup dianggap berdosa apabila ia menyianyiaka orang yang harus diberi belanja.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).  

Adanya saling nasehat-menasehati dan mendakwahi orang yang dicintai
 
Seorang pria yang menikahi janda yang mempunyai anak, berarti ikut memelihara anak yatim


Janji Allah SWT  bagi mereka yang menikah
  1.  “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (An Nuur : 26)
    Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin. 
  2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An Nuur: 32).                     Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya, maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rejeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?
  3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160) [1].       Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah SAW dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang. 
  4.  “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar Ruum : 21). 
  5. “Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’ ”. (Al Mu’min : 60).        Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dan seterusnya. 
  6.  ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. (Al Baqarah : 153) 
    Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga harus shalat sesuai Sunnahnya dan terbebas dari bid’ah-bid’ah.
  7.  “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Alam Nasyrah : 5 – 6)
    Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam Nasyrah. 
  8. “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad : 7).                   Agar Allah  SWT menolong kita, maka kita tolong agama Allah. Baik dengan berinfak di jalan-Nya, membantu penyebaran dakwah Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu penyelenggaraan pengajian, dll. Dengan itu semoga Allah menolong kita. 
  9.  “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Al Hajj : 40).
  10. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al Baqarah : 214).  Itulah janji Allah. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun Allah tidak / belum mengabulkan doa kita, tentu ada hikmah dan kasih sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka kepada Allah. Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim.   


 Selamat Membangun Keluarga Sakinah Mawadah Waromhmah.

 

Anugerah Allah SWT yang Terabaikan

Anugerah Allah SWT yang Terabaikan


Orang yang akan melakukan perjalanan jauh pasti akan menyiapkan perbekalan yang cukup. Lihatlah misalnya orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Terkadang ia mengumpulkan harta dan perbekalan sekian tahun lamanya. Padahal itu berlangsung sebentar, hanya beberapa hari saja. Maka mengapa untuk suatu perjalanan yang tidak pernah ada akhirnya yakni perjalanan akhirat kita tidak berbekal diri dengan ketaatan ?! Padahal kita yakin bahwa kehidupan dunia hanyalah bagaikan tempat penyeberangan untuk sampai kehidupan yang kekal nan abadi yaitu kehidupan akhirat. Di mana manusia terbagi menjadi: ashabul jannah (penghuni surga) dan ashabul jahim (penghuni neraka).

Itulah hakikat perjalananmanusiaa di dunia ini. Maka sudah semestinya kita mengisi waktu dan sisa umur yang ada dengan berbekal amal kebaikan untuk menghadapi kehidupan yang panjang. Allah berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr’: 18)

bnu Katsir rahimahullah berkata,  “Hisablah diri kalian sebelum dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.” (Tafsir Al-‘Aliyil Qadir, 4/339).

Umur Bukan Pemberian Cuma-Cuma 

Waktu adalah sesuatu yang terpenting untuk diperhatikan. Jika ia berlalu tak akan kembali. Setiap hari dari waktu kta berlalu, berarti ajal semakin dekat. Umur merupakan nikmat yang seseorang akan ditanya tentangnya. Nabi bersabda yang artinya: “Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal : tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud radliyallahu anha. Lihat Ash-Shahihah, no. 946).

Jangan Menunda-Nunda Beramal

Mungkin kita sering mendengar orang mengatakan : “Mumpung masih muda kita puas-puaskan berbuat maksiat, gampang kalau sudah tua kita sadar.” Sungguh betapa kejinya ucapan ini. Apakah dia tahu kalau umurnya akan panjang ? Kalau seandainya dia ditakdirkan panjang, apa ada jaminan dia akan sadar ? Atau justru akan bertambah kesesatannya ?! Allah SWT berfirman yang artinya : “Dan tiada yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguhnya angan-angan adalah modal utama orang-orang yang bangkrut.” (Ma’alim fi Thariqi ‘Ilmi hal. 32).  “Apabila engkau berada di waktu sore janganlah menunggu (menunda beramal) di waktu pagi. Dan jika berada di waktu pagi , janganlah menunda (beramal) di waktu sore. Gunakanlah masa sehatmu untuk masa sakitmu dan kesempatan hidupmu untuk saat kematianmu.” (HR. Al-Bukhari no. 6416).

Selagi kesempatan masih diberikan, jangan menunda-nunda lagi. Akankah seseorang menunda hingga apabila ajal menjemput, betis bertaut dengan betis, sementara lisanpun telah kaku dan tubuh tidak bisa lagi digerakkan ? Dan ia pun menyesali umur yang telah dilalui tanpa bekal untuk suatu kehidupan yang panjang ?! Allah berfirman menjelaskan penyesalan orang-orang kafir ketika datang kematian. “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap apa yang telah aku tinggalkan. ‘Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100).

Umur Umat Nabi Muhammad SAW 

Allah telah menakdirkan bahwa umur umat ini tidak sepanjang umur umat terdahulu. yang
demikian mengandung hikmah yang terkadang tidak diketahui oleh hamba. Nabi bersabda
dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah : “Umur-umur umatku antara 60 hingga 70, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.” (Dihasankan sanadnya oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari, 11/240).

Maksud dari hadits ini adalah bahwa keumuman ajal umat ini antara umur 60 hingga 70 tahun. Dengan bukti keadaan yang bisa disaksikan. Di mana di antara umat ini ada yang (mati) sebelum mencapai umur 60 tahun. Ini termasuk dari rahmat Allah dan kasih sayang-Nya supaya umat ini tidak terlibat dengan kehidupan dunia kecuali sebentar. Karena umur, badan, dan rizki umat-umat terdahulu lebih besar dibandingkan umat Nabi Muhammad sekarang ini. 

 

Setiap Amalan Tergantung Niatnya

Setiap Amalan Tergantung Niatnya


Niat menurut istilah syar'i adalah bermaksud kepada sesuatu yang disertai perbuatan. Jika
bermaksud kepada sesuatu tetapi tidak disertai perbuatan maka ini dinamakan azzam. Imam Nawawi menjelaskan bahwa sabda Rasulullah shalallahu wa 'alaihi wa sallam Setiap
amalan tergantung niatnya dibawa pada sihhatul a’mal (sahnya amalan) atau tashhihul a’mal (pembenaran amal) atau qabulul a’mal (diterimanya amalan) atau kamalul a’mal (sempurnanya amalan).

Amalan disini adalah amalan yang dibenarkan syariat, sehingga tidaklah diterima amalan yang dilarang syariat dengan dalih niatnya benar, misalkan seorang kepala rumah tangga yang berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya akan tetapi dengan cara mencuri, kemudian dia berdalih “Niat saya kan baik, untuk menafkahi istri dan anak-anak”.

Dari Amirul Mu’minin Abu Hafs ‘Umar ibnu Al-Khathab radhiyalallahu ta’ala ’anhu berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapat balasan amal sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang berhijrah hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia niatkan’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utaimin menjelaskan: Dari sabda Nabi  Muhammad SAW "Setiap amalan tergantung niatnya dapat diambil kesimpulan bahwa setiap amalan terjadi karena adanya niat pelakunya". Dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang yang selalu was-was, kemudian melakukan amalan beberapa kali, lalu syaitan membisikan kepadanya sesungguhnya kamu belum berniat. Kita katakan kepada mereka: Tidak, tidak mungkin kalian beramal tanpa niat. Oleh karena itu permudahlah bagi kalian dan tinggalkanlah wa was-was seperti ini. 

Hadits ini merupakan hadits yang sangat agung, Imam Ahmad berkata: Pokok ajaran Islam terdapat pada 3 hadits :
  1. Hadits Umar, "Setiap amalan tergantung pada niatnya".
  2. Hadits Aisyah, "Barangsiapa yang membuat suatu amalan dalam islam yang tidak ada asalnya maka amalan tersebut tertolak".
  3. Hadits Nu'man bin Basyir, "Perkara halal jelas dan perkara haram jelas, diantara keduanya ada perkara yang masih samar-samar".
Hal ini karena Islam terdiri dari melaksanakan perintah, menjauhi larangan serta berhenti dari hal yang masih samar darinya yakni perkara mutasyabihat sebagaimanana hadits Nu’man bin Basyir, kemudian dalam melaksanakan hal-hal tersebut dinilai dari 2 sisi, lahir dan bathin, penilaian dari sisi bathin dengan hadits Umar dan penilaian sisi lahir dengan hadits ‘Aisyah, sehingga lengkaplah pokok ajaran Islam dalam 3 hadits tersebut.

Para ulama membahas niat dengan 2 makna :
  1. Niat yang berarti tujuan amalan tersebut apakah hanya untuk Allah atau disertai tujuan lainnya misalnya riya dan sum’ah.
  2. Niat yang merupakan pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lain atau membedakan antara adat kebiasaan dengan ibadah.
Niat amalan yang disertai riya maka akan menghapus pahala. Adapun riya ada 2 jenis :
  1. Mengerjakan amalan karena riya 
  2. Mengerjakan amalan karena Allah dan riya
Sebagaimana halnya riya, sum’ah juga dapat menghapus pahala amalan. Sum’ah adalah mengerjakan amalan untuk Allah dalam kesendirian (tidak dilihat manusia), kemudian dia menceritakan amalannya itu kepada manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa berbuat sum’ah (menceritakan amalannya kepada orang lain), maka Allah akan menceritakan aibnya dan barangsiapa berbuat riya’ (memperlihatkan amalannya kepada orang lain), maka Allah SWT akan memperlihatkan aibnya” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya)

Para ulama berkata, “Jika seorang alim yang menjadi teladan, dan ia menyebutkan amalannya itu dalam rangka mendorong orang-orang yang mendengarnya agar mengerjakan amalan tersebut, maka ini tidaklah mengapa” (Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyah, Imam Nawawi).

Bagaimana jika seseorang pada awalnya ikhlas karena Allah akan tetapi kemudian muncul riya ketika amalan sedang dilakukan? Apakah amalannya diterima? As-Samarqandi rahimahullah berkata : Amalan yang diniatkan untuk Allah ta'ala diterima, sedangkan amalan yang dia niatkan untuk manusia, maka tertolak. Sebagai contoh orang yang mengerjakan shalat Dzuhur dengan tujuan mengerjakan kewajiban yang diberikan oleh Allah ta'ala kepadanya. Dalam shalatnya, dia memanjangkan rukun-rukun dan bacaannya serta membaguskan gerakannya karena ingin dipuji orang yang melihatnya. Maka orang seperti ini, amalan shalatnya diterima, tetapi panjang dan bagusnya shalat yang dilakukan karena manusia tidaklah diterima. (Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyah, Imam Nawawi).

Niat dapat merupakan pembeda ibadah yang satu dengan ibadah lainnya atau ibadah dengan adat kebiasaan. Misalnya seseorang shalat 2 rakaat, shalatnya dapat berupa shalat Tahiyatul Masjid ataupun Shalat Rawatib, yang membedakan adalah niatnya. Niat juga dapat membedakan antara pekerjaan sehari-hari berupa adat kebiasaan dengan ibadah. Sabda Rasulullah SAW, "Dan setiap orang mendapat balasan sesuai dengan niatnya" merupakan penjelasan bahwa seseorang tidak akan mendapatkan apa-apa dari perbuatannya kecuali apa yang ia niatkan. Sebagai contoh, jika sesorang jima' dengan istrinya, menutup pintu, mematikan lampu ketika hendak tidur dan amalan-amalan lain yang disebutkan dalam nash-nash yang jika itu diniatkan untuk melaksanakan perintah Allah maka ia mendapatkan pahala, adapun jika diniatkan untuk selain itu maka ia tidak
mendapatkan pahala.  

Setelah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan kaidah bahwa setiap amalan tergantung niatnya, Beliau memberikan contoh berupa hijrah, Barangsiapa yang berhijrah hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia niatkan. Asal kata hijrah adalah meninggalkan negeri syirik dan pindah ke negeri Islam. Hijrah dari negeri kafir wajib jika seseorang tidak mampu menampakkan agamanya dengan melakukan syiar-syiar Islam, seperti adzan, shalat jamaah, shalat 'Ied dan syiar-syiar Islam lainnya.  

Hikmah pelajaran yang dapat diambil dari sebuah "Niat" adalah :
  1. Setiap amalan dilakukan pasti dengan adanya niat sebagaimana hadits Setiap amalan
    tergantung niatnya. Niat tempatnya di hati dan melafadzkannya adalah bid'ah.
  2. Pentingnya mengikhlaskan setiap amalan hanya kepada Allah SWT.
  3. Peringatan bahaya riya dan sum'ah, seseorang tidak hanya amalannya tidak terima ketika dibarengi dengan riya akan tetapi juga mendapat adzab sebagaimana hadits dari Abu Hurairah tentang 3 kelompok manusia yang beramal dengan amalan utama akan tetapi tidak ikhlas.
  4. Pentingnya menuntut ilmu karena dengan ilmu dapat diketahui pahala amalan-amalan yang sering dilakukan sebagai adat sehari-hari, amalan tersebut tidak akan mendapat pahala jika kita tidak mengetahui ilmunya dan meniatkan untuk melaksanakan perintah Allah.
  5. Niat menjadi pembeda antara ibadah dan kebiasaan. Ibadah mendapat pahala, sedangkan kebiasaan tidak mendapatkan pahala.
  6. Pengajar hendaknya memberikan contoh-contoh ketika menjelaskan sebuah hukum sebagaimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memberikan contoh hijrah ketika menjelaskan masalah niat. 
  7. Hijrah merupakan amalan salih jika niatnya benar.

Selamat meluruskan niat hidup dan amalan kita
Niatkan semua amalan kita hanya untuk mencari Ridho Allah SWT.


Sumber Pustaka :
  1. Jami' Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab
  2. Syarh Al-Arba'in An-Nawawiyah, Imam Nawawi

Amalan Sesuai Sunnah

AMALAN  SESUAI  SUNNAH



Suatu amalan tidak akan diterima oleh Allah SWT apabila amalan tersebut tidak sesuai dengan syari'at. Amalan tersebut dikatakan bathil dan tertolak, sebab ia melakukan suatu hal dalam agama Allah yang tidak ada sandaran darinya. 

Syariat yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu amalan ialah : 

SEBAB
Amalan harus sesuai dengan syari'at dalam sebabnya. Hal itu seperti seseorang melakukan
ibadah dengan yang tidak pernah Allah sebutkan, 
Contoh : dia shalat dua raka'at setiap kali memasuki rumahnya dan menjadikan hal ini sebagai perbuatan Sunnah. Seperti ini tertolak. Walaupun perkara shalat pada dasarnya disyari'atkan, tetapi ketika ia kaitkan dengan sebab yang tidak bersumber dari syar'at, maka hal ini mengakibatkan ibadah tersebut tertolak.
Contoh yang lain : apabila seseorang membuat perayaan dengan sebab kemenangan kaum Muslimin pada Badar, maka hal ini pun tertolak, sebab ia mengaitkannya sebab yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

JENIS
Bila seseorang beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah tidak pernah disyari'atkan agama dalam hal jenisnya, maka tidak akan diterima. 
Sebagai contoh : bila seseorang berkurban dengan kuda, maka hal ini tertolak, sebab menyelisihi perintah syariat dalam hal jenis, dimana syar'at Islam memerintahkan harus dari jenis binatang ternak tertentu, yaitu: unta, sapi dan kambing. Adapun seseorang yang memotong kuda dengan niat mensadaqahkan dagingnya maka hal itu diperbolehkan, sebab ia tidak dikatakan berkurban kepada Allah dengan menyembelihnya, hanya menyembelihnya untuk dishadaqahkan dagingnya.

UKURAN
Apabila seseorang beribadah kepada Allah dengan ukuran yang lebih dari ukuran yang telah ditentukan syari'at maka hal itu tidak diterima. 
Sebagai contoh : bila seseorang berwudhu' dengan membasuh setiap bagian sebanyak empat kali, maka yang keempat tertolak, sebab hal itu melebihi ketentuan syari'at. Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW berwudhu' tiga kali-tiga kali, lalu beliau bersabda :  “Barangsiapa yang melebihkannya, maka ia telah berbuat jelek, melampaui batas dan berbuat kezhaliman (HR. Ahmad, An-Nasaai, Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).

TEKHNIS 
Apabila seseorang mengamalkan sesuatu dalam rangka beribadah kepada-Nya tetapi menyelisihi syari'at dalam hal teknisnya, maka tidak akan diterima, dan hal itu tertolak. Contoh : seseorang shalat, ia langsung bersujud sebelum melakukan ruku', maka shalatnya tidak sah dan tertolak, sebab tidak sesuai dengan teknis tuntunan syari'at. Demikian pula dalam hal wudhu' dengan cara berbalik seperti memulai dengan membasuh kaki sebelum mengusap kepala setelah itu membasuh tangan lalu muka, apabila berwudhu' dengan teknis seperti ini maka tidak sah, sebab tidak mengikuti perintah syari'at dalam hal teknis atau tata-caranya.

WAKTU
Bila seseorang shalat sebelum masuk waktunya, maka shalatnya tidak mungkin diterima sebab ia menyelisihi waktu yang telah ditentukan syari'at. Juga bila menyembelih kurban sebelum mengadakan shalat `Id, inipun tertolak, sebab menyelisihi waktu yang telah ditentukan syari'at. Apabila seseorang beri'tikaf pada selain waktunya, maka hal itu tidak sesuai denganpedomannya, namun hal ini diperbolehkan sebab Rasulullah ', membolehkan `Umar bin al-Khaththab beri'tikaf di Masjidil Haram ketika beliau bernadzar. Apabila seseorang mengakhirkan suatu ibadah yang telah ditentukan waktunya oleh syari'at tanpa adanya alasan yang dibenarkan, seperti shalat Shubuh setelah terbit matahari tanpa udzur, maka (dengan sikap seperti ini) shalatnya tertolak, sebab ia telah beramal dengan amalan yang tidak bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.

TEMPAT
Apabila seseorang beri'tikaf di sekolah atau di rumah, bukan di mesjid, maka amalannya ini tidak sah, sebab tidak sesuai dengan tuntunan syari'at dalam ketentuan tempatnya, di mana ibadah I'tikaf harus dilakukan di masjid. 



Dalam hal ibadah, maka kita  harus memperhatikan tiga kesimpulan :
  1. Apa yang kita ketahui bahwa syariat membolehkan suatu ibadah, maka itu berarti
    disyariatkan.
  2. Apa yang kita ketahui bahwa syariat melarangnya, maka berarti hal itu terlarang.
  3. Apa yang tidak kita ketahui bahwa suatu hal tidak termasuk ibadah, maka hal itu terlarang.
Dalam hal muamalah, kitapun harus memperhatikan 3 tiga kesimpulan
  1. Apa yang kita ketahui bahwa syariat membolehkannya, maka hal itu berarti boleh.
  2. Apa yang kita ketahui bahwa syariat melarangnya, maka hal itu berarti dilarang.
  3. Dan apa yang tidak kita ketahui ketentuan hukumnya, maka hal itu berarti dibolehkan, sebab hukum asal pada selain ibadah adalah boleh.



Sumber  :  Syarh Arbain Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Manfaat Doa & Dzikir Kepada Allah SWT

Manfaat Doa & Dzikir 
Kepada Allah SWT



Beberapa manfaat berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT yaitu :
  1. Mendatangkan keridaan Allah SWT.
  2. Mengusir syaitan, dan menundukkan,nya serta menghilangkannnya dari godaannya. 
  3. Menghilangkan kesedihan dan kemuraman hati.
  4. Mendatangkan kegembiraan dan ketenteraman hati.
  5. Menguatkan hati dan badan.
  6. Membuat hati dan wajah berseri.
  7. Melapangkan rizki.
  8. Menimbulkan kharisma dan percaya diri.
  9. Menumbuhkan rasa cinta yang merupakan ruh dalam Islam, menjadi inti agama, poros kebahagiaan dan keselamatan. Dzikir merupakan pintu cinta, dan jalan untuk itu sangat agung dan lurus.
  10. Menumbuhkan perasaan bahwa dirinya diawasi Allah, sehingga mendorongnya untuk selalu berbuat kebajikan.
  11. Membuahkan ketundukan, yaitu berupa kepasrahan diri kepada Allah dan kembali kepada-Nya. Selagi dia lebih banyak kembali kepada Allah dengan cara menyebut asma-Nya, maka dalam keadaan seperti apa pun dia akan kembali kepada Allah dengan hatinya, sehingga Allah menjadi tempat mengadu dan tempat kembali, kebahagiaan dan kesenangannya, tempat bergantung tatkala senang dan mendapat bencana atau musibah.
  12. Membuahkan kedekatan kepada Allah. Seberapa jauh dia melakukan dzikir kepada Allah, maka sejauh itu pula kedekatannya kepada Allah, dan seberapa jauh ia lalai melakukan dzikir, maka sejauh itu jarak  yang memisahkannya dengan Allah.
  13. Membukakan pintu yang lebar dari berbagai pintu ma'rifat [1]. Semakin banyak dia berdzikir, maka semakin lebar pintu ma'rifat yang terbuka baginya.
  14. Menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan memuliakan-Nya 
  15. Membuatnya selalu ingat Allah, sebagaimana Allah berfirman yang artinya "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu .." (Al-Baqarah: 152)
  16. Membuat hati menjadi hidup
  17. Dzikir merupakan santapan hati dan ruh. Jika hati dan ruh kehilangan santapannya,
    maka sama dengan badan yang tidak mendapatkan santapannya. 
  18. Membersihkan hati dari karatnya. Segala sesuatu ada karatnya dan karat hati adalah lalai dan hawa nafsu. Sedangkan untuk membersihkan karat ini adalah dengan taubat dan istighfar. 
  19. Menghapus kesalahan dan menghilangkannya. Dzikir merupakan kebaikan yang paling agung. Sementara kebaikan dapat menyingkirkan keburukan.
  20. Menghilangkan kerisauan dalam hubungan antara dirinya dengan Allah. Orang yang lalai tentu akan dihantui kerisauan antara dirinya dengan Allah, yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan dzikir. 
  21. Takbir (Allahu Akbar), tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tahlil (Laa ilaaha illallah) yang diucapkan hamba saat berdzikir akan mengingatkannya saat dia ditimpa kesulitan.
  22. Hamba yang mengenal Allah swt dengan cara berdzikir di saat lapang, menjadikan dirinya tetap mengenal-Nya saat menghadapi kesulitan, dan Dia akan mengenalnya di saat ia mengalami kesulitan.
  23. Berdzikir kepada Allah merupakan benteng yang kokoh dari keburukan dunia dan akhirat, serta menyelamatkan diri dari adzab Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Muadz bin Jabal radhiallahu'anhu  "Tidak ada amal yang dilakukan anak Adam yang lebih menyelamatkannya dari adzab Allah, selain dari dzikir kepada-Nya" (Hadits Shahih, HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).
  24. Menyebabkan turunnya ketenangan, datangnya rahmat dan para malaikat mengelilingi orang yang berdzikir, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi saw (HR. Muslim dan selainnya).
  25. Dzikir menyibukkan lisan agar tidak melakukan ghibah, adu domba, dusta, kekejian dan kebathilan.
  26. Majelis dzikir merupakan majelis para Malaikat, sedangkan majelis kelalaian dan permainan merupakan majelis syaitan. Hendaklah seorang hamba memilih, mana yang lebih dia sukai dan yang lebih dia prioritaskan (utamakan). Karena dengan begitulah dia akan menentukan tempat di dunia dan di akhirat.
  27. Malaikat akan selalu memintakan ampunan kepada Allah bagi orang-orang yang berdzikir. Dan banyak berdzikir membuat seseorang terhindar dari sifat nifaq.
  28. Dengan berdzikir kepada Allah, maka pelakunya akan merasa bahagia, begitu pula dengan orang yang dekat dengannya. Dialah orang yang senantiasa mendapatkan keberkahan. Tetapi orang yang lalai, dia akan senantiasa gundah karena kelalaiannya, begitu pula orang yang dekat dengannya.
  29. Dzikir memberikan rasa aman dari penyesalan di hari Kiamat karena majelis yang di
    dalamnya tidak terdapat dzikir kepada Allah akan menjadi penyesalan pada hari Kiamat.
  30. Berdzikir kepada Allah sambil meneteskan air mata dikala sendiri akan menjadi perlindungan bagi pelakunya dari panasnya matahari di padang Mahsyar pada hari Kiamat karena dia dilindungi oleh 'Arsy Allah. Sementara orang lain yang tidak berdzikir kepada Allah akan tersengat oleh panasnya matahari pada saat itu.
  31. Dzikir merupakan ibadah yang paling mudah, namun paling agung dan paling utama. Sebab gerakan lidah merupakan gerakan anggota badan yang paling ringan dan paling mudah.
  32. Pemberian dan karunia yang dilimpahkan karena dzikir ini tidak pernah dilimpahkan
    karena amal yang lain.
  33. Terus menerus berdzikir kepada Allah membuat hati seseorang tidak melalaikan  Allah, dan lalai mengingat Allah swt adalah sebab penderitaan hamba di dunia dan di akhirat. Siapa saja yang melalaikan Allah swt, maka ia akan lalai terhadap diri dan kemaslahatannya dan ia akan binasa.
  34. Dzikir senantiasa  menyertai hamba sekalipun dia berada di tempat tidur, di pasar, saat sehat, saat sakit, saat mendapat kenikmatan dan kesenangan, saat menderita dan mendapat cobaan, bahkan dzikir itu menyertai hamba pada setiap saat.
  35. Dzikir merupakan cahaya bagi orang yang berdzikir di dunia, cahaya baginya di kuburan, cahaya baginya di tempat kembalinya, menerangi saat berlalu di atas Ash-Shirath, dan tidak ada yang bisa menyinari kubur dan hati melainkan hanya dengan berdzikir kepada Allah.
  36. Dzikir merupakan pangkal landasan jalan manusia secara umum dan kecintaan yang
    ditebarkan. Siapa yang dibukakan jalan baginya untuk melakukan dzikir, berarti telah dibukakan jalan untuk menuju Allah.
  37. Di dalam hati ada suatu celah yang sama sekali tidak bisa disumbat kecuali dengan dzikir. Jika dzikir merupakan semboyan hati dan ia juga mengingatkan jalan yang seharusnya ditempuh, maka inilah dzikir yang disebut dengan dzikir yang dapat menutupi celah, sehingga manusia menjadi kaya bukan karena harta, terpandang bukan karena keturunan, dan disegani bukan karena kekuasaan. Namun, jika ia lalai berdzikir kepada Allah, maka keadaannya menjadi sebaliknya, ia miskin sekalipun hartanya banyak, hina sekalipun memegang kekuasaan, dan tidak dipandang sekalipun keluarganya mapan.
  38. Dzikir dapat menghimpun yang bercerai berai dan menceraiberaikan yang terhimpun, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Apa yang tercerai berai dalam hati hamba dapat dihimpun, seperti kehendak dan hasratnya. Siksaan yang paling pedih ialah jika apa yang ada di dalam hatinya itu tercerai berai. Hatinya hidup dan merasakan kenikmatan jika kehendak dan hasrat hatinya berhimpun menjadi satu.
  39. Dzikir menggugah hati dari keadaan yang selalu tidur dan membangunkannya dari keadaan yang selalu mengantuk. Jika hati selalu tidur dan mengantuk, maka ia kehilangan sekian banyak keuntungan, yang berarti akan mengalami kerugian. Jika ia tersadar dan menyadari apa yang lolos dari tangannya selama tidur itu, maka dia akan merasa sangat menyesal, lalu berusaha menghidupkan sisa umurnya dan mencari apa yang lolos dari tangannya. Tidak ada yang bisa membangkitkan dirinya dari keadaannya kecuali dzikir. Sesungguhnya kelalaian itu merupakan tidur yang nyenyak.
  40. Dzikir yang intinya tauhid merupakan sebatang pohon yang membuahkan pengetahuan dan keadaan yang dapat dilalui oleh orang-orang yang menuju kepada Allah. Tidak ada cara untuk mendapatkan buahnya kecuali dari pohon dzikir. Jika pohon itu semakin besar dan akarnya kokoh, maka ia akan banyak menghasilkan buah.
  41. Orang yang berdzikir (mengingat Allah) senantiasa merasa dekat dengan-Nya dan Allah bersamanya. Kebersamaan ini bersifat khusus, bukan kebersamaan karena bersanding, tetapi kebersamaan karena kedekatan, cinta, pertolongan dan taufiq. Karena kebersamaan ini, orang yang melakukan dzikir mendapatkan bagian yang melimpah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi:  "Aku bersama hamba-Ku selagi dia mengingat-Ku dan kedua bibirnya bergerak karena Aku"(Hadits Shahih, HR. Ibnu Majah, Ahmad, Al-Hakim, Ibnu Hibban).
  42. Sesungguhnya di dalam hati itu ada kekerasan yang tidak bisa dicairkan kecuali dengan berdzikir kepada Allah. Maka, kekerasan hati seorang hamba harus diobati dengan berdzikir kepada-Nya.
  43. Dzikir merupakan penyembuh dan obat penyakit hati. Hati yang sakit hanya bisa disembuhkan dengan berdzikir kepada Allah. Imam Makhul berkata: "Mengingat Allah itu merupakan kesembuhan dan mengingat manusia itu merupakan penyakit".
  44. Dzikir mendatangkan shalawat Allah dan para Malaikat-Nya. Siapa yang mendapatkan shalawat Allah dan para malaikat, maka dia adalah orang yang sangat beruntung. Shalawat dari Allah dan para Malaikat-Nya ini merupakan sebab untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
  45. Dzikir kepada Allah dapat memudahkan kesulitan dan dapat meringankan beban yang berat. Kesulitan itu akan menjadi mudah, tatkala seseorang berdzikir dengan menyebut Nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi sesuai dengan syariat, maka yang berat dan yang sulit akan menjadi ringan dan mudah.
  46. Dzikir kepada Allah menyingkirkan segala ketakutan di dalam hati sehingga mendatangkan perasaan aman bagi hati. Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi orang yang takut kecuali dengan berdzikir kepada Allah, maka dengan dzikir akan hilang ketakutan itu.
  47. Sesungguhnya dzikir kepada Allah akan memberikan kekuatan bagi orang yang berdzikir, sehingga seakan-akan dengan dzikir itu dia mampu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang berat tanpa disangka-sangkanya. Rasulullah saw pernah mengajari putrinya, Fathimah dan 'Ali bin Abi Thalib agar mereka bertasbih sebanyak 33 kali pada saat malam tatkala beranjak tidur, bertahmid 33 kali dan bertakbir 34 kali, tepatnya ketika Fathimah meminta seorang pembantu untuk membantu pekerjaannya dan mengadukan pekerjaannya yang berat, karena harus menjalankan alat penggiling dan melaksanakan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Dan Rasulullah saw bersabda: "Yang demikian itu lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang hamba/pelayan" (HR.Bukhari, Muslim).
  48. Dzikir adalah pangkal syukur. Orang yang tidak berdzikir adalah orang yang tidak bersyukur kepada Allah. Dzikir dan syukur adalah paduan kebahagiaan dan kejayaan.  



Sumber  :   Do'a dan Wirid, Mengobati Guna-guna dan Sihir Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, cetakan Pustaka Imam Syafi'i