Kamis, 15 Maret 2012

Amalan Sesuai Sunnah

AMALAN  SESUAI  SUNNAH



Suatu amalan tidak akan diterima oleh Allah SWT apabila amalan tersebut tidak sesuai dengan syari'at. Amalan tersebut dikatakan bathil dan tertolak, sebab ia melakukan suatu hal dalam agama Allah yang tidak ada sandaran darinya. 

Syariat yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu amalan ialah : 

SEBAB
Amalan harus sesuai dengan syari'at dalam sebabnya. Hal itu seperti seseorang melakukan
ibadah dengan yang tidak pernah Allah sebutkan, 
Contoh : dia shalat dua raka'at setiap kali memasuki rumahnya dan menjadikan hal ini sebagai perbuatan Sunnah. Seperti ini tertolak. Walaupun perkara shalat pada dasarnya disyari'atkan, tetapi ketika ia kaitkan dengan sebab yang tidak bersumber dari syar'at, maka hal ini mengakibatkan ibadah tersebut tertolak.
Contoh yang lain : apabila seseorang membuat perayaan dengan sebab kemenangan kaum Muslimin pada Badar, maka hal ini pun tertolak, sebab ia mengaitkannya sebab yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

JENIS
Bila seseorang beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah tidak pernah disyari'atkan agama dalam hal jenisnya, maka tidak akan diterima. 
Sebagai contoh : bila seseorang berkurban dengan kuda, maka hal ini tertolak, sebab menyelisihi perintah syariat dalam hal jenis, dimana syar'at Islam memerintahkan harus dari jenis binatang ternak tertentu, yaitu: unta, sapi dan kambing. Adapun seseorang yang memotong kuda dengan niat mensadaqahkan dagingnya maka hal itu diperbolehkan, sebab ia tidak dikatakan berkurban kepada Allah dengan menyembelihnya, hanya menyembelihnya untuk dishadaqahkan dagingnya.

UKURAN
Apabila seseorang beribadah kepada Allah dengan ukuran yang lebih dari ukuran yang telah ditentukan syari'at maka hal itu tidak diterima. 
Sebagai contoh : bila seseorang berwudhu' dengan membasuh setiap bagian sebanyak empat kali, maka yang keempat tertolak, sebab hal itu melebihi ketentuan syari'at. Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW berwudhu' tiga kali-tiga kali, lalu beliau bersabda :  “Barangsiapa yang melebihkannya, maka ia telah berbuat jelek, melampaui batas dan berbuat kezhaliman (HR. Ahmad, An-Nasaai, Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).

TEKHNIS 
Apabila seseorang mengamalkan sesuatu dalam rangka beribadah kepada-Nya tetapi menyelisihi syari'at dalam hal teknisnya, maka tidak akan diterima, dan hal itu tertolak. Contoh : seseorang shalat, ia langsung bersujud sebelum melakukan ruku', maka shalatnya tidak sah dan tertolak, sebab tidak sesuai dengan teknis tuntunan syari'at. Demikian pula dalam hal wudhu' dengan cara berbalik seperti memulai dengan membasuh kaki sebelum mengusap kepala setelah itu membasuh tangan lalu muka, apabila berwudhu' dengan teknis seperti ini maka tidak sah, sebab tidak mengikuti perintah syari'at dalam hal teknis atau tata-caranya.

WAKTU
Bila seseorang shalat sebelum masuk waktunya, maka shalatnya tidak mungkin diterima sebab ia menyelisihi waktu yang telah ditentukan syari'at. Juga bila menyembelih kurban sebelum mengadakan shalat `Id, inipun tertolak, sebab menyelisihi waktu yang telah ditentukan syari'at. Apabila seseorang beri'tikaf pada selain waktunya, maka hal itu tidak sesuai denganpedomannya, namun hal ini diperbolehkan sebab Rasulullah ', membolehkan `Umar bin al-Khaththab beri'tikaf di Masjidil Haram ketika beliau bernadzar. Apabila seseorang mengakhirkan suatu ibadah yang telah ditentukan waktunya oleh syari'at tanpa adanya alasan yang dibenarkan, seperti shalat Shubuh setelah terbit matahari tanpa udzur, maka (dengan sikap seperti ini) shalatnya tertolak, sebab ia telah beramal dengan amalan yang tidak bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.

TEMPAT
Apabila seseorang beri'tikaf di sekolah atau di rumah, bukan di mesjid, maka amalannya ini tidak sah, sebab tidak sesuai dengan tuntunan syari'at dalam ketentuan tempatnya, di mana ibadah I'tikaf harus dilakukan di masjid. 



Dalam hal ibadah, maka kita  harus memperhatikan tiga kesimpulan :
  1. Apa yang kita ketahui bahwa syariat membolehkan suatu ibadah, maka itu berarti
    disyariatkan.
  2. Apa yang kita ketahui bahwa syariat melarangnya, maka berarti hal itu terlarang.
  3. Apa yang tidak kita ketahui bahwa suatu hal tidak termasuk ibadah, maka hal itu terlarang.
Dalam hal muamalah, kitapun harus memperhatikan 3 tiga kesimpulan
  1. Apa yang kita ketahui bahwa syariat membolehkannya, maka hal itu berarti boleh.
  2. Apa yang kita ketahui bahwa syariat melarangnya, maka hal itu berarti dilarang.
  3. Dan apa yang tidak kita ketahui ketentuan hukumnya, maka hal itu berarti dibolehkan, sebab hukum asal pada selain ibadah adalah boleh.



Sumber  :  Syarh Arbain Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar