Hubungan Pria -
Wanita dan Rumah Tangga
Hubungan Pria &
Wanita
Sebagaimana telah diketahui
bersama, bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan manusia ini dalam dua jenis, pria
dan wanita. Dan sebagaimana telah diketahui pula bahwa kaum pria pasti
membutuhkan kepada kaum wanita, begitu pula sebaliknya. Maha suci Allah
Yang telah menjadikan kelemahan masing-masing jenis sebagai simbul
kesempurnaannya bagi pasangannya.
Walau demikian, syari’at Al Qur’an
tidaklah membiarkan mereka berpasangan bebas, dan dengan cara apapun. Sebab,
yang diciptakan dalam keadaan berpasang-pasang semacam ini bukan hanya manusia,
tetapi ada mahluk-mahluk lain yang diciptakan demikian juga, misalnya binatang. Oleh karena itu, syari’at Al
Qur’an mengatur hubungan antara pria dan wanita dengan syari’at yang dapat
menjaga martabat mereka sebagai mahluk yang mulia dan membedakan hubungan sesama
mereka dari hubungan binatang sesama binatang.
Manusia adalah mahluk yang telah
dimuliakan oleh Allah di atas mahluk-mahluk selain mereka, oleh karena itu
hendaknya kita sebagai manusia menjaga kehormatan ini dengan cara menjalankan
syari’at Al Qur’an yang telah menetapkan kehormatan kita tersebut : “Dan sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al Isra’: 70)
Syari’at Al Qur’an hanya
membenarkan dua cara bagi manusia untuk menjalin hubungan dengan lawan
jenisnya:
A. Cara Perbudakan
Cara ini hanya dapat dilakukan
melalui peperangan antara umat Islam melawan orang-orang kafir, dan bila kaum
muslimin berhasil menawan sebagian dari mereka, baik lelaki atau wanita, maka
pemimpin umat Islam berhak untuk memperbudak mereka, dan juga berhak untuk
meminta tebusan atau membebaskan mereka tanpa syarat.
B. Pernikahan
Rasulullah SAW menjelaskan akan syari’at yang mengatur hubungan antara lawan jenis ini dengan sabdanya, “Tidaklah pernah didapatkan suatu hal yang berguna bagi doa orang yang saling mencintai serupa dengan pernikahan.” (HR. Ibnu Majah, Al Hakim, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Albani). “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum : 21).
Rasulullah SAW menjelaskan akan syari’at yang mengatur hubungan antara lawan jenis ini dengan sabdanya, “Tidaklah pernah didapatkan suatu hal yang berguna bagi doa orang yang saling mencintai serupa dengan pernikahan.” (HR. Ibnu Majah, Al Hakim, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Albani). “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum : 21).
Adapun berbagai hubungan selain
cara ini, maka tidaklah dibenarkan dalam syari’at Al Qur’an, oleh karena itu
Rasulullah SAW
bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang
lelaki menyendiri dengan seorang wanita, kecuali bila wanita itu ditemani oleh
lelaki mahramnya.” (Muttafaqun ‘alaih). Pada hadits lain Rasulullah SAW menjelaskan alasan larangan ini, “Janganlah
salah seorang dari kamu
berduaan dengan seorang wanita, karena setanlah yang akan menjadi orang
ketiganya.” (HR.
Ahmad, At Tirmizi, An Nasa’i dan dishahihkan oleh Al Albani).
Bukan
hanya
syari’at Al Qur’an yang mencela berbagai hubungan lawan jenis diluar
pernikahan,
bahkan masyarakat kitapun dengan tegas mencela hubungan tersebut,
sampai-sampai
mereka menyamakan hubungan tersebut dengan hubungan yang dilakukan oleh
mahluk
selain manusia, yaitu binatang. Pernikahan dalam syari’at Al Qur’an harus melalui proses dan memenuhi kriteria
tertentu, sehingga bila suatu hubungan tidak memenuhi proses dan kriteria tersebut, maka
tidaklah ada bedanya hubungan tersebut dengan hubungan yang dilakukan oleh
binatang.
Hubungan Suami Istri Dalam Rumah Tangga
Rumah tangga adalah suatu tatanan
masyarakat terkecil, dan dari rumah tanggalah suatu tatanan masyarakat
terbentuk. Keberhasilan suatu masyarakat atau kegagalannya dimulai dari
keberhasilan dan kegagalan anggotanya dalam menjalankan roda kehidupan dalam
rumah tangga. Oleh karena itu syari’at Al
Qur’an memberikan perhatian besar kepada hubungan antara suami dan istrinya,
sampai-sampai Rasulullah SAW Menjadikan baik dan buruknya hungan seseorang dengan istrinya sebagai standart kepribadian seseorang. "Sebaik-baik
kalian ialah orang yang paling baik perilakunya terhadap istrinya, dan aku
adalah orang yang paling baik dari kalian dalam memperlakukan
istriku.” (HR.
At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Diantara syari’at Al Qur’an yang
mengajarkan tentang metode hubungan suami istri yang baik ialah yang disebutkan
dalam hadits berikut, “Janganlah
seorang lelaki mukmin membenci seorang mukminah (istrinya), bila ia membenci
suatu perangai padanya, niscaya ia menyukai perangainya yang
lain.” (HR.
Muslim)
Diantara wujud nyata keindahan
syari’at Al Qur’an dalam membina rumah tangga, ialah diwajibkannya seorang suami
untuk menunaikan tanggung jawabnya secara penuh, tanpa terkurangi sedikitpun. Sebaliknya syari’at Al Qur’an juga
mewajibkan atas kaum istri untuk senantiasa taat kepada suaminya, selama mereka
tidak memerintahkannya dengan kemaksiatan.
Rasulullah SAW bersabda : “Bila seorang
wanita telah menunaikan sholat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga
kesucian farjinya, dan mentaati suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya,
Masuklah ke surga dari delapan pintu surga yang manapun yang engkau
suka.” (HR
Ahmad, Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani).
Pada hadits diatas Rasulullah
SAW memberikan suatu pelajaran penting kepada kaum istri agar
hubungannya dengan suaminya bukan hanya di dasari oleh rasa cinta semata. Akan
tetapi lebih dari itu semua, ketaatannya kepada suami adalah salah satu bagian
dari ibadahnya, dan salah satu ibadah yang amat agung, sampai-sampai
disejajarkan dengan sholat lima waktu, dan puasa bulan Ramadhan. Sehingga dengan
cara demikian, ketaatan dan kesetiaan kaum istri akan kekal hingga akhir
hayatnya, dan tidak mudah luntur oleh berbagai badai yang menerpa bahtera rumah
tangganya. Hal ini tentu
berbeda dengan kaum
istri yang hanya mengandalkan rasa cintanya, ia akan mudah terhanyutkan
oleh
godaan dan badai kehidupan, sehingga tatkala ia menghadapi kesusahan
atau godaan
setan walau hanya sedikit, dengan mudah tergoyahkan.
Dari lain sisi, syari’at Al Qur’an
juga membentengi kaum suami agar dapat tetap istiqomah menjalankan tanggung
jawabnya sebagai kepala rumah tangga, yaitu dengan menjadikan segala tugas dan
kewajibannya sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, sehingga kesetiaannya dan
kewajibannya tidak mudah luntur atau lengkang karena terpaan masa atau godaan
hijaunya rumput tetangga atau kawan sejawat dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar